Belajar Fiqh

Resume Kajian: Wazhaif Ramadhan (Bagian 9)

Kitab Wazhaif Ramadhan karya Syaikh 'Abdurrahman bin Muhammad bin Qashim رحمه الله

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــم

✒  Resume Kajian

🔊  :  Ustadz Nuruddin M Fattah Al-Makky حفظه الله
📍    :  Kajian Online
📆  :  Selasa, 5 Ramadhan 1441 H/ 28 April 2020 M
📕  : Kitab Wazhaif Ramadhan karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Qashim رحمه الله
📚  :  Wazhaif Ramadhan (Bagian 9)

SUNNAH SHOLAT TARAWIH

Sholat tarawih hukumnya sunnah. Tarawih itu jama’ dari tarwihah, yang dimaksud tarawih itu sholat malam di bulan Ramadhan, yang ada istirahatnya. Setelah 4 roka’at duduk sejenak, kemudian dilanjutkan lagi 4 roka’at.

Sholat tarawih apabila dikerjakan secara berjama’ah lebih utama. Dan hal ini dilakukan oleh para Sahabat, bahwasannya dulu Nabi صلى الله عليه وسلم melaksanakan shalat tarawih berjamaah dengan para sahabat, tapi karena beliau khawatir shalat tarawih diwajibkan, maka Nabi صلى الله عليه وسلم menghentikan shalat tarawih secara berjama’ah.

Dizaman Umar bin Khattab رضي الله عنه, shalat tarawihnya berpencar. Ada yang sendiri-sendiri di masjid melaksanakannya, kemudian Umar bin Khattab mengumpulkannya dengan satu imam, akhirnya seperti sekarang mengikuti sunnahnya Khulafaur Rosyidin, dan ini bukan bid’ah, karena ada contohnya dari Nabi صلى الله عليه وسلم.

Adapun mengenai jumlah roka’at, ini perkara yang luas, yang terpenting dalam melaksanakan sholat tarawih itu tenang, dan disunnahkan membacanya dengan pelan, tidak cepat-cepat. Tapi yang utama nya, melaksanakan sholat tarawih 11 atau 13, karena itu yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
Namun masalah hitungan roka’at tidak dibatasi, karena Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sholat malam itu dua dua.”
Jadi tidak dibatas dengan hitungan.

Ada sebuah riwayat yang dinilai oleh Syaikh Al Albani maudu’, diriwayatkan Abu Bakar Abdul Aziz
Dari sahabat Ibnu Abbas رضي الله عنه :
“Dulu nabi melaksanakan sholat tarawih 20 roka’at.”
Penilaian syaikh Al Albani ini hadistnya lemah.

Jika seandainya ada yang sholatnya 13, 11, 23, itu tidak mengapa karena itu suatu hal yang luas.

Syaikh Taqiyuddin mengatakan:
“Boleh melakukan sholat tarawih 20 roka’at seperti mahsyurnya Imam Ahmad dan Imam Syafi’i dan boleh juga melaksanakannya 36 sebagaimana madzhabnya Imam Malik, boleh juga 11 rokaat dan 13 rokaat, semua itu adalah baik.”

Umar bin Khattab رضي الله عنه ketika dulu mengumpulkan manusia kepada satu Imam yaitu kepada Sahabat Ubai, Ubai melaksanakan sholat dengan sahabat yang lainnya 20 roka’at. Ada yang melaksanakan tarawih itu roka’atnya sedikit, tapi sholatnya panjang, ada juga yang memperbanyak roka’atnya. Intinya, tidak ada nash yang shahih yang membatasi hitungan roka’at sholat tarawih.

Tapi yang banyak kita temui, diantara para Imam dalam melaksanakan sholat tarawih, mereka tidak memahaminya, mereka tergesa-gesa, dan ini keliru, karena inti dari melaksanakan sholat, mesti menghadirkan hati dihadapan Allah سبحانه وتعالى, mesti mengambil nasehat dari ayat-ayat dan firman Allah. Jika tergesa-gesa hal yang demikian tidak akan tercapai dalam diri kita.

Dalam kitab ini dikatakan, bahwa di antara para Imam dalam melaksanakan sholat tarawih, mereka tidak memahaminya, dan mereka tidak tuma’ninah dalam ruku dan sujud, dan tuma’ninah adalah rukun dan yang dituntut dalam sholat hadirnya hati dihadapan Allah سبحانه وععالى dan mengambil nasehat apabila firman Allah سبحانه وتعالى dibaca.

Pendeknya bacaan begitu pula sedikitnya roka’at disertai kekhusyuan disaat membaca, ketika ruku’ dan sujud itu lebih utama dari pada memperpanjang bacaan dan memperbanyak roka’at disertai ketergesa-gesaan yang dibenci. Semoga kita merupakan orang yang tenang dalam melaksanakan sholat tarawih, Aamiin.

Sholat 10 roka’at disertai dengan panjangnya membaca disertai dengan kethumani’nahan di dalam melaksanakan sholat lebih utama dibanding dengan sholat 20 roka’at dengan ketergesaan yang dibenci, karena ruh sholat adalah menghadapkan hati kepada Allah سبحانه وتعالى.

Bagitu pula pentingnya tentang tartil dengan penuh ketenangan dalam membaca Al-Qur’an lebih utama daripada tergesa-gesa. Membaca Al Qur’an dengan ketergesa-gesaan itu tidak boleh, dilarang. Tapi seandainya membacanya dengan jelas, dapat memberi nasehat kepada ma’mum yang ada dibelakangnya, itu lebih utama.
Dan tatkala melaksanakan sholat tarawih dengan tergesa-gesa, maka Allah telah mencelanya yaitu orang yang membaca Al quran dengan tergesa gesa yang dibenci (dengan menggugurkan sebagian huruf dan tidak memahami maknanya).

Selain hal tersebut, apabila seseorang membacanya, makhrojnya sudah bagus, tapi ia tidak memahami maknanya dan tidak mengamalkannya, maka Allah pun tetap mencelanya. Karena Al-Qur’an diturunkan untuk ditadaburi, bukan sekedar dibaca saja.

Makanya penting bagi kita, sedikit demi sedikit untuk memahami maknanya, dan mengamalkannya meskipun dengan perlahan. Ketika kita menjadi Imam, maka dianjurkan untuk memperbagus suara bacaan Al-Quran kita.

Kesimpulannya:

  1. Sholat tarawih itu lebih utama apabila dikerjakan secara berjama’ah
  2. Sholat tarawih yang lebih utama adalah 11 roka’at atau 13 roka’at, tapi bila mau 23 pun tidak apa-apa, yang penting tenang dan khusyu dalam sholat tarawih tersebut.
  3. Ketika sholat tarawih, kita berupaya untuk khusyu.

Kata Sufyan Ats-Tsauri :
“Dicatatnya pahala shaum itu adalah tatkala kita mengerti apa yang kita baca ketika sholat.”

Orang yang sholat itu berbeda-beda pahalanya, sesuai dengan kadar sampai mana ia memahaminya, baik sholat sunnah atau pun sholat wajib.

Apabila bacaan kita panjang, maka harus diikuti ketika ruku’ dan sujud. Tapi dianjurkan untuk memperpanjang sholat kita, karena inilah yang dilakukan oleh para Salaf terdahulu yang sholeh. Apabila tidak hafal bacaan yang panjang, maka boleh melihat mushaf, karena ini di dalam sholat Sunnah.

Para Salaf menjadikan bulan Ramadhan sebagai bulan Al-Qur’an, mereka menamatkan bacaan Al-Qur’annya ketika sholat malam.
Dan dijelaskan oleh penulis, Az-zuhri mengatakan:
“Apabila masuk bulan Ramadhan, bulan Ramadhan hanya untuk membaca Al Qur’an dan memberi makanan.”

Berkata Ibnu Abdil Hakam:
“Dulu Imam Malik apabila masuk bulan Ramadhan, menghindar dari membaca hadist dan duduk dimajelis ilmu, dan menghadap hanya untuk membaca Al Qur’an.”

Dan berkata Abdurrazaq:
“Imam Tsauri apabila masuk bulan Ramadhan, meninggalkan semua ibadah, dan menghadap untuk membaca Al-Qur’an.”

Begitulah salaf sholeh terdahulu ketika memberi contoh kepada kita bahwa bulan Ramadhan adalah bulan untuk membaca Al-Qur’an, mereka begitu semangat untuk menghadapkan dirinya membaca Al-Qur’an, karena mereka mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an.

Dalil Keutamaan Al-Qur’an

عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضى الله عنه قَالَ : تَعَلَّمُوا هَذَا الْقُرْآنَ ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ بِتِلاَوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ ، أَمَا إِنِّى لاَ أَقُولُ بِ الم وَلَكِنْ بِأَلِفٍ وَلاَمٍ وَمِيمٍ
بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ.

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pelajarilah Al Quran ini, karena sesungguhnya kalian diganjar dengan membacanya setiap hurufnya 10 kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk الم , akan tetapi untuk untuk Alif, Laam, Miim, setiap hurufnya sepuluh kebaikan.”
(Atsar riwayat Ad Darimy dan disebutkan di dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, no. 660)

Para salaf ada yang menghatamkan Al-Qur’an setiap 7 hari, ada yang setiap 3 hari, ada yang menghatamkan dalam 2 malam, ada yang menghatamkan setiap malamnya di 10 hari terkahir bulan Ramadhan.
Para ulama mengatakan bahwa dilarang ketika menghatamkan Al-Qur’an dalam waktu kurang dari 3 hari secara terus menerus, tapi jika dilakukan ketika waktu-waktu utama, seperti bulan Ramadhan, apalagi ketika malam yang dicari Lailatul Qadr, pada tempat-tempat yang memiliki banyak keutamaan, maka dianjurkan untuk terus membaca Al-Qur’an.
Pendapat ini di jelaskan oleh Imam Ahmad, berdasarkan dalil yang dibawanya,

أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya”
(HR. Muslim).

Syaikh bin Baz memberikan penjelasan, disyariatkan bagi kita untuk memperhatikan, mentadaburi, memahami, memperbanyak membaca Al-Qur’an, dalam rangka untuk mendapatkan ilmu, kekhusyuan hati, dan tujuannya dalam rangka untuk mengambil manfaat dari firman Allah dan mengamalkannya, bukan hanya untuk dikhatamkan.

Apabila ingin mengkhatamkan Al-Qur’an dalam 3 hari, Syaikh bin Baz menyarankan untuk membaca Al-Qur’an sehari 10 juz, agar tidak tergesa-gesa dalam memahaminya.

Ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin Baz, yakni:
Diradio ketika membaca alquran ditutup dengan Shodaqolloh hul ‘adzim, apakah pandangan anda terhadap hal tersebut?

Syaikh menjawab ini tidak disyariatkan, Nabi صلى الله عليه وسلم tidak melakukan hal tersebut, dan ini adalah kebiasaan manusia.
Dan apabila meninggalkannya itu lebih utama.

Apakah itu termasuk bid’ah?
Syaikh hanya mengatakan :
“Meninggalkannya itu lebih utama. Karena Nabi صلى الله عليه وسلم tidak melakukannya, dan khawatir itu termasuk kepada bid’ah.”

Semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

🌸 Muslimah Ibnul Qayyim 🌸

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button